Selasa, 19 Februari 2008

Claustrophobia atau Hak Bicara Visual?



Tak tahan melihat bidang kosong dan takut akan bidang kosong dianggap menjadi satu-satunya motif mengapa orang suka mencorat-coret dinding kosong. Dari sudut psikologi mungkin ada orang yang seperti itu dan jelas kebiasaan itu dianggap merusak keindahan kota.

Namun fenomena di atas dapat pula dijelaskan dari sudut pandang lain.
Dewasa ini pembangunan begitu pesat dan tak jarang menggusur lahan orang kecil dan tak memberi peluang untuk ruang publik. Dari perspektif ini, coretan/graffiti lantas punya makna lain. Ia bisa jadi protes, bisa jadi media ekspresi orang terpinggirkan, karena bahasa visual resmi sudah di rebut papan reklame.

Untuk bisa "berbicara" anda harus membeli space iklan dan ekspresinya mesti: ya itu tadi, iklan, pengumuman dan sejenisnya.
Apa yang di lakukan oleh pembuat gambar dikolong jembatan ini bukan iklan, bukan bahasa visual resmi. Tetapi bahasa visual tak resmi yang disuarakan oleh orang pinggiran baik secara sosial atau kultural oleh arus kehidupan modern.

Dari segi estetika apakah buruk? Lihatlah gambar hitam putih yang menyatu dengan marka jalan yang berwarna hitam putih juga. Kota perlu memberi kesempatan bagi semua warganya untuk berbicara secara visual.
Itulah Hak bicara visual.

Tidak ada komentar: