Selasa, 07 Oktober 2008

Semangat Wirausaha


Ini gambaran perjuangan rakyat jelata yang tak mau menyerah menjadi pengemis. Bukan hanya papan namanya saja yang karya tangan sendiri, termasuk juga display toko, cara memajang barang, branding yang menggunakan kata 'mart'.

Berbagai Jenis Hutan Huruf




Hutan huruf paralel dengan hutan yang sesungguhnya, hutan alam. Kalau Anda keluar kota maka Anda akan jumpai hutan homogen seperti hutan pinus atau hutan heterogen yang berisi aneka tumbuhan. Demikian pula dengan hutan huruf. Anda bisa lihat beberapa tipe hutan di sini.

Hutan Huruf Di sekitar Kita



Di sekitar kita banyak hutan huruf. Papan nama dokter, bengkel, iklan, spanduk umumnya memanfaatkan huruf untuk berkomunikasi. Belum lagi huruf-huruf yang terpampang di badan kendaraan, di badan jalan, rambu lalin dsbnya.

Mengapa huruf? Besar kemungkinannya huruf lebih relatif mudah dibuat dibanding gambar. Lagipula papan nama huruf jauh lebih murah dibanding papan nama ditambah gambar. Asal punya kemampuan menulis, orang bisa menciptakan papan nama usahanya sendiri. Atau jika punya uang lebih, bisa menyewa ahli huruf.
Mengapa hutan huruf? Salah satu penyebabnya karena belum adanya penataan. Tapi dipandang dari sudut lain (jangan dari sudut tata kota), hutan huruf itu unik. Mungkin adanya di negara berkembang, tak terlalu miskin, tapi tingkat konsumerismenya tinggi.
Jadi, sebelum di tertibkan, mari nikmati hutan. Namanya juga hutan. Ia liar!


Senin, 06 Oktober 2008

Tipografi Tangan Rakyat Jelata.


Diantara hutan huruf diperkotaan, sering luput dari perhatian kita tipografi tangan karya rakyat jelata. Cobalah amati lingkungan sekitar, maka akan banyak kita jumpai tipografi tangan rakyat jelata ini. Di sebut rakyat jelata karena dibuat oleh orang awam yang tak berpengetahuan desain. Hanya berbekal rasa artistik atau dianggap mampu oleh komunitasnya, maka 'desainer jalanan' ini membuat desainnya. Benar-benar bertolak belakang dengan desainer papan nama gedongan, yang mungkin lulusan universitas desain luar negeri, memanfaatkan teknologi desain mutakhir.
Punya bekal tipografi yang kuat, belajar layout, tahu CMYK dstnya.

Perbandingan diatas bukan untuk dipertentangkan, tapi untuk disandingkan. Lihatlah masing-masing memiliki dunia tersendiri. Desainer gedongan tak usah merasa lebih superior karena desainnya 'elegan' dibanding desainer rakyat jelata yang desainnya 'kampungan'. Sebelum dibahas lebih lanjut, mari kita lihat beberapa contoh desainnya di sini..........

Kamis, 01 Mei 2008

Transformasi Vandalisme


Sebetulnya ini manekin yang polos. Tetapi karena teronggok begitu saja mulailah tangan-tangan jahil beraksi. Wajah yang dipos mulai diberi coretan. Kepala di pasangi topi. Ini perusakan fungsi manekin karena kini manekin sudah sukar atau tak cocok lagi untuk memajang gaun. Dari sudut pandang lain, vandalisme melahirkan fungsi baru. Manekin jadi karya seni.

Wawancara Mata


(Mata merupakan organ tubuh manusia yang penting. Coba bayangkan bila kita tanpanya. Kita tak dapat menikmati TV, Film, komik kesayangan kita lagi .Mengingat betapa besar jasa mata bagi kehidupan manusia, ada baiknya kita wawancara sejenak untuk mendengar aspirasinya)

Penulis(P): Mata, apa yang terpenting bagi Anda sekarang?
Mata(M): Belajar Melihat dari Anak
P: Apa? Belajar melihat dari anak? Bukannya terbalik? Anak dong yang harus belajar melihat dari ortu. Karena anak belum bisa melihat bahaya mengintip disekitarnya, anak belum bisa melihat orang berniat jahat atau baik.
M: Itu benar, tapi bukan itu maksudnya.
P:Lantas?
M:Maksudnya ini,
Anak melihat berbagai hal yang dijumpainya dengan mata yang terpesona.

P: Orang Gede juga melihat dan terpesona. What’s the difference?
M: Begini, mata yang terpesona itu mata yang melihat segala sesuatu itu dengan rasa takjub dan fresh, seolah untuk pertama kalinya berjumpa. Kemampuan dan kepekaan ini juga dimiliki oleh para seniman. Namun pada anak, mata terpesona ini alamiah....
P: Ya iyalah, kan Orang bilang anak masih polos dan jujur.
M: Tunggu saya belum menyelesaikan kalimat saya...Pada orang dewasa kemampuan ini berkurang, atau bahkan sirna. Mengapa? Karena pendidikan yang terlalu menekankan pada rasio. Rasio menjadi patokan utama dan tertinggi. Akibatnya orang melihat apakah ini menguntungkan bagiku, apakah ini berguna, apa fungsinya ? Mata yang mengagumi itu tak ada lagi.Seharusnya rasio berkembang tapi tanpa membunuh kreatifitas.Untuk membangkitkannya, orang dewasa perlu banyak berlatih, langkah awalnya adalah belajar dari anak.
P: Tapi apa perlunya mata terpesona lagi?
M: Perlu dan penting sekali. Ini cikal bakal dari kreativitas.
P: Iya juga ya. Tadi katanya kita mesti belajar dari anak, lantas konkritnya gimana?
M: Itu berarti berani menanggalkan gengsi, mengesampingkan dominasi rasio, masuk dunia imanjinasi dan mengikuti dorongan bermain, tak hanya mengandalkan alam sadar tapi juga ambang sadar dan tak sadar.
P: Wah wah wah mulai ada teori-teori dan perlu waktu untuk penjelasan.Tapi sementara
cukup dulu, yang penting sudah punya gambaran kasar sekarang.
Nanti kita sambung lagi.
M: Oke, thanks.

Pake Tu Mata 2

Mata kita punya potensi dan kita dapat melatihnya agar potensi tersebut optimal.
(baca Pake Tu Mata 1) Berikut ini ada beberapa tips untuk itu.
1. Membaca cepat, latihlah mata membaca lebih banyak kalimat, tingkatkan terus.
2. Melihat Cepat (Blink) Secara sekilas mata melihat dan mengambil kesimpulan, ini kerjasama intuisi dengan penglihatan.
3. Kepekaan Mata: Koleksi semua warna coklat dari alam disekitar Anda. Daun kering, kulit kayu, tanah, ranting, biji. Kita akan melihat bahwa warna coklat yang satu berbeda dengan lainnya. Lakukan dengan warna lain. Dstnya.
4. Melihat Meditatif: Mata melihat detail alam seperti kelopak bunga, titik embun didaun, serangga kecil menenun sarang, tetes air hujan ditalang. Proses melihat tanpa beban apapun. Hanya melihat dan menikmati. Buang jauh jauh segala pretensi.

(Gambar di atas salah satu contoh foto, di foto oleh Maudy, kls 5 SD, dari hasil fotonya kita bisa melihat bagaimana ia menggunakan matanya. Ia memotret hal-hal yang ada di sekitar kita, tapi yang terlewatkan oleh mata kita.)

Pake Tu Mata

Pake Tu Mata 1

Ini adalah kata cercaan yang digunakan untuk orang yang sembrono atau kurang cermat melihat. Oke, saya termasuk yang tak setuju dengan makian yang kasar dan tak merestuinya, apapun alasannya. Namun, setidaknya makian di atas mengundang introspeksi. Kita memang sering kurang cermat melihat. Dalam konteks lebih luas, kita kurang memanfaatkan seluruh potensi mata kita. Saya percaya mata memiliki kemampuan dahsyat, namun kini hanya sekian persen yang berfungsi. Mata kita mengalami penurunan potensi karena dimanja teknologi.
Mata yang mulai minus atau plus, sebetulnya jangan buru-buru dikoreksi dengan kaca mata, ada latihan-latihan yang mampu memulihkannya. Kasus lain, kemampuan suku Indian melihat objek yang jauh, sehingga dijuluki mata elang. Teropong memang membantu tapi bisa pula memanjakan mata. Masih banayak contoh lainnya.
Tulisan ini tak mengajak kita untuk anti teknologi dan balik ke masa purba. Tidak. Teknologi itu berkat, tapi mata juga berkat dari Tuhan yang sama. Tulisan ini mau mengajak kita mengeksplorasi kemampuan mata kita sepenuhnya.

Selasa, 19 Februari 2008

Claustrophobia atau Hak Bicara Visual?



Tak tahan melihat bidang kosong dan takut akan bidang kosong dianggap menjadi satu-satunya motif mengapa orang suka mencorat-coret dinding kosong. Dari sudut psikologi mungkin ada orang yang seperti itu dan jelas kebiasaan itu dianggap merusak keindahan kota.

Namun fenomena di atas dapat pula dijelaskan dari sudut pandang lain.
Dewasa ini pembangunan begitu pesat dan tak jarang menggusur lahan orang kecil dan tak memberi peluang untuk ruang publik. Dari perspektif ini, coretan/graffiti lantas punya makna lain. Ia bisa jadi protes, bisa jadi media ekspresi orang terpinggirkan, karena bahasa visual resmi sudah di rebut papan reklame.

Untuk bisa "berbicara" anda harus membeli space iklan dan ekspresinya mesti: ya itu tadi, iklan, pengumuman dan sejenisnya.
Apa yang di lakukan oleh pembuat gambar dikolong jembatan ini bukan iklan, bukan bahasa visual resmi. Tetapi bahasa visual tak resmi yang disuarakan oleh orang pinggiran baik secara sosial atau kultural oleh arus kehidupan modern.

Dari segi estetika apakah buruk? Lihatlah gambar hitam putih yang menyatu dengan marka jalan yang berwarna hitam putih juga. Kota perlu memberi kesempatan bagi semua warganya untuk berbicara secara visual.
Itulah Hak bicara visual.

Unik dan Gawat

Hampir di semua kota besar Indonesia kita menjumpai papan iklan yang semrawut penataannya. Papan iklan dipajang begitu saja terkadang tak memikirkan ergonomi, keamanan apalagi estetika, pertumbuhannya amat liar, inilah yang gawat. Di sisi lain situasi model begini terkadang justru menampilkan ciri khas suatu lokasi dan merupakan cermin keadaan psikologis dan kreativitas masyarakatnya, inilah yang unik. Gambar berikut mengilustrasikannya.


Minggu, 17 Februari 2008

Polusi Visual


Ini jalan yang cukup modern. Lihat perbandingan hijau , bangungan dan iklan. Begitu banyaknya iklan sehingga menenggelamkan pemandangan kota. Iklan-iklan itu sendiri akhirnya tak bisa dinikmati atau dicerna. Rambu lalu-lintas yang seharusnya menjadi penuntun pengendara, hanya menjadi satu bisikan kecil ditegah hiruk-pikuk visual.

Papan Iklan: Komunikasi atau Benalu?


Papan iklan kota bisa mempercantik tata kota bisa pula bak benalu, merusak keindahan. Karena bagaimanapun keduanya merupakan 2 spesies yang berbeda. Bila kita lihat foto di atas, tampak elemen kota, yaitu jalan, bangunan dan unsur hijau. Kemudian datang iklan memenuhi tempat tempat strategis kota. Kota bertumbuh demikian pula iklan. Bila pertumbuhan iklan dibiarkan tanpa penataan, maka iklan ibarat benalu yang liar, tak berguna dan merusak kota. Foto di atas memperlihatkan pemandangan yang cukup seimbang antara iklan dan unsur hijau.

Rabu, 13 Februari 2008

Street Graphics

Jalan di kota anda merupakan perpaduan gambar dan kata yang kaya: rambu lalin, papan reklame, marka jalan, papan nama toko dan gerobak jualan. Bukan itu saja, periklanan modern berpadu dengan periklanan tradisional, teknik digital berpadu dengan manual, tipografi global berpadu dengan tipografi lokal.
Dalam satu kota saja terdapat berbagai jalan menawarkan panorama yang khas. Penata kota dapat mempertimbangkan faktor kekhasan visual ini, selain mempertimbangkan aspek kebersihan dan ketertiban.

Selasa, 12 Februari 2008

Kepala-Tangan-Kertas-Mata




Ternyata bukan hanya ide saja yang kita catat atau gambar di kertas. Proses berpikirpun dapat kita rekam. Apapun. Pikiran setengah matang atau matang bagus sekali bila kita visualisasikan.

Gagasan yang sama akan berbeda ketika ia masih di otak dengan ketika ia telah menyatu dengan tinta dan kertas. Kemudian mata kita melihatnya, timbul lagi gagasan baru dan seterusnya bak reaksi berantai tak ada habisnya. Kita berpikir di benak kita, ditangan kita, di atas kertas dan dengan mata kita. Buatlah tulisan, diagram, mindmap, sketsa singkatnya visualisasikan proses/kesimpulan pemikiran anda.
Buatlah di tempat dimana anda merasa relaks, bisa di buku agenda bekas, belakang halaman fotokopian, buku telpon kadaluarsa dsbnya.

Rabu, 23 Januari 2008

Meringkus Ide di kertas

Setiap hari ide lalu-lalang di benak kita. Kita menyadarinya. Ada yang setengah matang, ada yang matang, ada yang prematur dan ada juga yang siap lahir bagai bayi. Setiap karya, sebelum
ia dapat dinikmati publik, ia berada dalam status ide di dalam benak desainer/seniman. Ide-ide yang berkeliaran dikepala kita bisa kita cari/panggil, bisa juga tiba-tiba muncul secara misterius, atau ide bisa juga liar berkeliaran. Datang tanpa pemberitahuan, pergi tanpa pamit. Sering kita menyesali kepergian ide bagus. Namun ada pula ide ide buruk atau ide biasa indekos dikepala kita. Ide-ide semacam ini bisa kita dandani sehingga bermetamorfosa menjadi ide cemerlang.
Ide-ide tadi semua dapat kita perangkap di dalam kertas. Sehingga iade tak dapat lari kemana-mana lagi, apalagi ide bagus, ia harus kita tangkap dan penjarakan di penjara kertas. Hanya ada satu cara untuk meringkus ide bagus, yaitu sketsa. Buat sketsa cepat, banyak, jangan kritik apa yang digambar. Rekam, catat, olah, gambar, gabung. Ajaibnya, begitu ide kita rekam maka semakin banyak ide lain lahir. Saya mempraktekkannya. Saya membuat sketsa bahan kuliah, sketsa kartun, sketsa ide desain. Gunakan agenda bekas tahun lalu. Gunakan kertas lepas (jangan lupa menyatukannya dalam map). Ide perlu ditangkap, diternak, dikembangbiakkan. Dan itu semua dilakukan diatas kertas. Sketsa, sederhana tapi ajaib.

Minggu, 20 Januari 2008

God is in the details





Salah satu cara menikmati karya rupa adalah melihat detailnya. Memang cara ini biasa dipakai orang untuk memeriksa keaslian suatu benda. Lihat detail. Benda itu bisa uang, keramik, lukisan. Tapi bukan itu yang dimaksud. Lihat dan nikmati detailnya.

Gambar-gambar berikut ini dibuat oleh anak 12 tahun yang senang kartun Jepang. Bedanya, ia tak meniru tokoh kartun yang ada, ia menciptakannya dari imajinasi. Perhatikan detail rambut, pakaian, garis, maka kita akan sadar ini membutuhkan imajinasi yang kuat. Detail juga yang membuat gambar bisa dinikmati ibarat kita berjalan -jalan menikmati panorama alam yang indah dan kaya.